Pemimpin Baru, Harapan Baru

DALAM kurun waktu Desember 2017, Gubernur Lampung M Ridho Ficardo melantik dua pemimpin baru, bupati dan wakil bupati, di Lampung hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Serentak Tahun 2017. Pasangan Parosil Mabsus–Mad Hasnurin dilantik pada 11 Desember 2017 sebagai bupati dan wakil bupati Lampung Barat dan pada 18 Desember 2017 pasangan Winarti–Hendriwansyah dilantik sebagai bupati dan wakil bupati Tulangbawang.

Dikatakan sebagai pemimpin baru karena di antara lima kabupaten yang melaksanakan Pilkada 2017, pemilihan di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tulangbawang dimenangkan oleh pasangan baru, sementara untuk tiga kabupaten lainnya, Pringsewu, Mesuji, dan Tulangbawang Barat, dimenangkan calon incumbent.
Pilkada 2017 telah mengantarkan sosok Winarti yang pernah menjabat ketua DPRD Tulangbawang selama dua periode sebagai kepala daerah perempuan kedua di Provinsi Lampung setelah Chusnunia Chalim yang merupakan bupati Lampung Timur. Munculnya sosok perempuan dalam kontestasi politik lokal dan nasional merupakan pengakuan dan pembuktian tentang perlunya partisipasi perempuan dalam perkembangan politik dan demokrasi. Kepemimpinan perempuan di kancah politik lokal menjadi ajang dan sarana pembuktian bahwa perempuan pun dapat menjadi leader, inovator, dan penggerak pembangunan.

Keterlibatan perempuan dalam dunia politik menjadi nilai tersendiri yang perlu dihargai dan didukung dalam turut serta membangun negara. Hadirnya kepala-kepala daerah baru di bumi Lampung yang memiliki jiwa muda, energik, dan merakyat menjadi stimulan tersendiri bagi masyarakat untuk memberikan harapan baru dalam perkembangan pembangunan di Lampung.

Persoalan-persoalan mendasar di daerah dalam aspek tata pemerintahan, infrastruktur, pendidikan, ekonomi, kemiskinan, dan sosial masyarakat selalu menjadi pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan para kepala daerah. Dibutuhkan sosok pemimpin bertangan dingin yang dapat mengubah potensi daerah menjadi sumber daya dan kekuatan bersama untuk membangun daerah dan menyejahterahkan masyarakat.

Kepala daerah yang baru dilantik selalu dihadapkan pada realita besarnya ekspektasi masyarakat dalam pemenuhan janji politik saat kampanye pemilu. Maka itu, sudah sepatutnya kepala daerah senantiasa menjadi pemimpin yang mengayomi dan menjadi pelayan bagi masyarakat. Implementasi terhadap visi-misi dan pembuktian janji-janji saat kampanye menjadi tolok ukur masyarakat dalam menilai kemampuan dan kapasitas kinerja para kepala daerah.

Hal yang wajar ketika dalam pelantikan Bupati Winarti dan Wakil Bupati Tulangbawang Hendriwansyah, Senin (18/12), Gubernur Lampung berpesan dan menekankan tugas utama pasangan kepala daerah adalah meningkatkan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang tentunya disesuaikan dengan kondisi dan ciri khas setiap daerah dan tetap mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal. Pembangunan infrastruktur dan ketahanan pangan menjadi prioritas utama yang perlu dilaksanakan para kepala daerah yang baru dilantik dengan tujuan mengatasi ketimpangan sosial.

Sikap mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongannya harus menjadi pembuktian nyata, bukan sebagai jargon kampanye. Maka, kepala daerah seyogianya adalah milik semua rakyat yang pengabdiannya diperuntukkan kesejahteraan masyarakat.

Merakyat dan Melayani 
Sejatinya, seorang pemimpin dapat menerapkan pola kepemimpinan merakyat. Pemimpin sedianya menjadi pelayan masyarakat, bukan justru ingin dilayani. Masyarakat menghendaki pemimpin yang dekat dengan rakyatnya. Tepat kiranya menjadikan ajaran Ki Hajar Dewantara dalam menjalankan prinsip dasar kepemimpinan yang dapat dicontoh dan diterapkan para kepala daerah.

Ajaran tersebut meliputi tiga hal. Pertama, Ing Ngarso Sung Tulodo. Pemimpin sejatinya dapat memberikan teladan baik bagi masyarakat, antara ucapan dan tindakannya mesti sejalan. Keteladanan pemimpin inilah yang menjadi modal dalam pembangunan sumber daya manusia. Pemimpin yang hanya pandai bicara dan sedikit kerja acap kurang dihargai masyarakat.

Kedua, Ing Madyo Mbangun Karso. Dalam memimpin masyarakat, pemimpin dituntut dapat membangun dan menciptakan inovasi dan ide solutif. Seorang pemimpin tidak hanya dituntut sebagai leader, tetapi juga sebagai inovator dan motor bawahannya.

Ketiga, Tut Wuri Handayani. Makna ini memberikan falsafah bahwa seorang pemimpin harus mampu mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dan ikut mengawasi jalannya pemerintahan dapat mewujudkan pemerintahan yang baik (good government) dan pemerintahan yang bersih (clean government) dari praktik dan tindakan KKN. Secara keseluruhan, semboyan Ki Hajar Dewantara tersebut menanamkan pentingnya kepemimpinan yang saling bersinergi antara pemimpin dan masyarakatnya.

Menjadi seorang pemimpin sesungguhnya tak cukup hanya dengan memainkan retorika, tetapi perlu dibuktikan dengan kerja. Seorang pemimpin bukan sekadar penyembuh bagi penyakit yang ada, melainkan harus mampu mencegah penyebab munculnya penyakit tersebut. Pemimpin yang merakyat akan lahir dari sosok yang senantiasa bekerja dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan amanah yang diberikan rakyat.
Pasca era-Reformasi 1998, rakyat sudah semakin cerdas dalam berpolitik. Masyarakat dapat menilai baik-buruknya kinerja dari pasangan kepala daerah. Ada hasil atau tidak selama kepemimpinannya, maka masyarakat mengharapkan kehadiran para kepala daerah yang merakyat dan senantiasa hadir di tengah-tengah rakyatnya.

Kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakat juga akan membantu kepala daerah untuk mengetahui persoalan sebenarnya yang dialami rakyatnya untuk kemudian dicarikan solusi. Para founding father bangsa ini jauh-jauh hari telah mencetuskan tentang konsepsi pemerintahan kerakyatan sebagaimana yang dituangkan Bung Karno dalam konsep sosio-demokrasi atau Bung Hatta dengan demokrasi kerakyatannya. Konsep ini memiliki kecenderungan yang sama, yakni menempatkan posisi rakyat sebagai objek pembangunan yang perlu dilayani.

Karakter Pemimpin

Karakteristik pemimpin yang melayani (servant leader), disebutkan Spears (1994), di antaranya memiliki karakter menjadi pendengar dan memiliki rasa empati dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Masyarakat mendambakan para pemimpin kepala daerah yang mau mendengar aspirasi rakyat serta peduli dan berempati terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat.

Di sinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima rakyat yang dipimpinnya. Saya memiliki keyakinan kepala daerah yang memimpin dengan kepemimpinan merakyat dan melayani sepenuh hati akan mendapat tempat khusus di hati masyarakat. Bukan tidak mungkin, pada masa mendatang masyarakat akan kembali memilihnya untuk menjadi pemimpin.

Dengan hadirnya pemimpin baru, masyarakat tentu berharap banyak akan adanya perubahan dalam pembangunan di daerah. Tentunya, diperlukan sinergi antara pemimpin, stakeholder, dan partisipasi masyarakat untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang masih banyak dalam persoalan-persoalan birokrasi pemerintahan, infrastruktur, ekonomi, pendidikan, kemiskinan, keamanan, dan aspek sosial yang perlu diselesaikan bersama.
Pemimpin baru perlu melibatkan semua aspek dan potensi yang ada untuk membangun daerahnya. Perguruan tinggi, pondok pesantren, LSM, dan ormas lainnya perlu dirangkul dan dijadikan partner dalam mengimplementasikan visi-misi dan janji-janji kampanye. Akhirnya, selamat bekerja, pemimpin baru. Semoga amanah. Kita berharap kepada pemimpin baru dapat memberikan harapan baru bagi masyarakat. Harapan untuk bangkit bersatu padu dalam membangun daerah untuk terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Semoga!
Previous
Next Post »
0 Komentar