Setelah Kemenangan

Setelah Kemenangan
MASIH dalam suasana Idulfitri 1435 Hijriah. Kita patut bersyukur atas dua hal. Pertama, umat muslim telah berhasil melewati perjuangan sebulan penuh berpuasa dan menjalankan ibadah lainnya pada Ramadan. Keberhasilan memenangkan perang melawan hawa nafsu ini penting bagi kita untuk menghadapi perjuangan kehidupan pada masa depan.

Kedua, proses penyelenggaraan Pemilu Presiden (Pilpres) pada 9 Juli hingga penetapan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih pada 22 Juli berjalan aman dan damai. Tinggal selangkah lagi menetapkan presiden dan wakil presiden definitif, yaitu lewat Mahkamah Konstitusi.
                                                   (www.lampost.co)
Siapa pun pemenang pilpres sesungguhnya rakyat yang menjadi pemenang sejati. Rakyatlah yang telah menetapkan pilihannya kepada siapa mereka berikan amanah untuk memimpin negeri ini.
Persoalan yang tidak kalah pentingnya ialah bagaimana setelah meraih kemenangan. Prinsip pengendalian diri yang merupakan unsur utama ibadah puasa itu perlu diinternalisasikan agar bisa menghilangkan ketegangan, perselisihan, atau konflik di dalam masyarakat. Itulah modal sosial untuk merajut kebersamaan dalam kemajemukan masyarakat setelah Ramadan berlalu.

Idulfitri yang dijadikan sebagai agenda terakhir dari seluruh rangkaian ibadah Ramadan pada hakikatnya bukanlah saat-saat berakhirnya peluang untuk mendulang kebaikan. Namun, ia justru dijadikan sebagai titik awal untuk memulai kehidupan baru dengan hati yang baru dan semangat yang baru pula.

Perbuatan dan amal baik yang dipertontonkan selama Ramadan diharapkan mampu membentuk karakter yang kokoh yang tetap melekat dalam sanubari. Perbuatan dan amal baik itu hendaknya tetap langgeng dalam menjalani sebelas bulan kehidupan berikutnya.

Contoh paling sederhana ialah bersedekah terhadap fakir miskin selama Ramadan tetap dilanjutkan dengan berempati terhadap sesama anak bangsa yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah Provinsi Lampung hingga pemerintah kota dan kabupaten, hendaknya lebih kreatif dan inovatif menciptakan program pengentasan kemiskinan.

Kemenangan dalam pilpres pun, termasuk kemenangan dalam pemilihan kepala daerah, harus menjadi titik awal untuk memperbarui niat menyejahterakan rakyat.
Siapa pun yang dilantik menjadi presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober, harus berusaha sekuat tenaga untuk merealisasikan janji-janji kampanye. Jangan sekali-kali mendewakan kedaulatan rakyat hanya pada saat kampanye. Kesejahteraan rakyat harus menjadi tema sentral seluruh program kerja pemerintah selama lima tahun.

Kita patut bersyukur pilpres dilaksanakan pada Ramadan sehingga berjalan penuh damai. Tidaklah berlebihan jika rakyat mengharapkan agar pilpres kali ini menjadi titik awal untuk memulai kehidupan baru sebagai bangsa dengan hati yang baru dan semangat yang baru pula. Semangat yang tetap mengedepankan persatuan dalam perbedaan. (n)

Mudik Beradab

Mudik Beradab

MUDIK sudah menjadi ritual tahunan setiap menjelang Idulfitri. Karena ia merupakan prosesi rutin, manajemen mudik mestinya tidak ada masalah.

Akan tetapi, persoalan yang menyertai mudik setiap tahun tetap sama. Ada dua masalah, yaitu infrastruktur dan transportasi. Negara, dalam hal ini pemerintah pusat sampai pemerintah daerah, selalau melakukan kesalahan yang sama, kesalahan yang bersifat permanen.

Manajemen mudik Lebaran sesungguhnya dapat dipersiapkan dengan baik dalam siklus waktu 11 bulan. Faktanya, tambal sulam jalan berlubang dan perbaikan jembatan rusak baru dilakukan pada saat-saat terakhir.

Pemerintahan yang memberi dan melayani itu harus tampak nyata dalam pelayanan mudik. Mudik adalah waktu yang tepat, sangat tepat, bagi pemerintah untuk secara sungguh-sungguh memperlihatkan semangat pelayanan dan pengabdian tersebut.

Sejauh ini, setiap tahun pada saat mudik, pemerintah gagal mengurai kemacetan menuju Pelabuhan Merak. Kamacetan yang dialami ribuan warga yang hendak pulang kampung ke Pulau Sumatera dianggap persoalan biasa-biasa saja. Jangan-jangan pemerintah tidak menganggapnya sebagai persoalan serius.

Bayangkan, antrean kendaraan yang hendak mudik menuju Pulau Sumatera, kemarin, kembali mengular mencapai enam kilometer dari pintu gerbang Pelabuhan Merak sampai Tol Merak, Banten. Ribuan kendaraan pemudik yang hendak menyeberang ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung, terjebak kemacetan mulai pintu gerbang Pelabuhan Merak sampai Tol Merak.

Persoalan lain menyangkut transportasi. Pemerintah tidak serius mengurusi transportasi publik dan sepertinya menganakemaskan transportasi pribadi. Padahal, jumlah pengguna transportasi publik untuk mudik jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan pengguna kendaraan pribadi.

Warga pun mengambil jalan pintas, mudik dengan sepeda motor. Sepanjang hari kemarin, sepeda motor mendominasi kepadatan arus mudik Lebaran di Jalan Lintas Sumatera mulai dari Pelabuhan Bakauheni sampai ke Kota Bandar Lampung.

Sepeda motor adalah alat transportasi jarak pendek. Ia tidak layak dipergunakan untuk menempuh jarak yang semestinya hanya boleh ditempuh mobil, kereta api, kapal laut, dan bahkan pesawat terbang. Mengapa pemudik nekat mengendarai sepeda motor ke kampung halaman? Salah satunya karena harga tiket angkutan umum yang cenderung naik berlipat-lipat.

Kita berharap, Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang kini menjadi presiden dan wakil presiden terpilih, jika kelak dilantik menjadi pemimpin definitif, memberi perhatian serius pada masalah infrastruktur dan transportasi publik.

Mudik adalah sebuah keniscayaan sosial. Oleh karena itu, sangat aneh dan tidak masuk akal bila pemerintah menghadapi mudik yang pasti terjadi setiap tahun itu seperti sesuatu yang tidak terduga.

Sudah saatnya mudik dijalankan dengan penuh kegembiraan tanpa rasa was-was nyawa melayang di jalan. Indah nian bila tiap Lebaran tiba, rakyat bisa mudik dengan aman dan nyaman karena meluncur di jalan raya yang beradab. n

Sumber : https://goo.gl/VHBjgr