Mudik Beradab


MUDIK sudah menjadi ritual tahunan setiap menjelang Idulfitri. Karena ia merupakan prosesi rutin, manajemen mudik mestinya tidak ada masalah.

Akan tetapi, persoalan yang menyertai mudik setiap tahun tetap sama. Ada dua masalah, yaitu infrastruktur dan transportasi. Negara, dalam hal ini pemerintah pusat sampai pemerintah daerah, selalau melakukan kesalahan yang sama, kesalahan yang bersifat permanen.

Manajemen mudik Lebaran sesungguhnya dapat dipersiapkan dengan baik dalam siklus waktu 11 bulan. Faktanya, tambal sulam jalan berlubang dan perbaikan jembatan rusak baru dilakukan pada saat-saat terakhir.

Pemerintahan yang memberi dan melayani itu harus tampak nyata dalam pelayanan mudik. Mudik adalah waktu yang tepat, sangat tepat, bagi pemerintah untuk secara sungguh-sungguh memperlihatkan semangat pelayanan dan pengabdian tersebut.

Sejauh ini, setiap tahun pada saat mudik, pemerintah gagal mengurai kemacetan menuju Pelabuhan Merak. Kamacetan yang dialami ribuan warga yang hendak pulang kampung ke Pulau Sumatera dianggap persoalan biasa-biasa saja. Jangan-jangan pemerintah tidak menganggapnya sebagai persoalan serius.

Bayangkan, antrean kendaraan yang hendak mudik menuju Pulau Sumatera, kemarin, kembali mengular mencapai enam kilometer dari pintu gerbang Pelabuhan Merak sampai Tol Merak, Banten. Ribuan kendaraan pemudik yang hendak menyeberang ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung, terjebak kemacetan mulai pintu gerbang Pelabuhan Merak sampai Tol Merak.

Persoalan lain menyangkut transportasi. Pemerintah tidak serius mengurusi transportasi publik dan sepertinya menganakemaskan transportasi pribadi. Padahal, jumlah pengguna transportasi publik untuk mudik jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan pengguna kendaraan pribadi.

Warga pun mengambil jalan pintas, mudik dengan sepeda motor. Sepanjang hari kemarin, sepeda motor mendominasi kepadatan arus mudik Lebaran di Jalan Lintas Sumatera mulai dari Pelabuhan Bakauheni sampai ke Kota Bandar Lampung.

Sepeda motor adalah alat transportasi jarak pendek. Ia tidak layak dipergunakan untuk menempuh jarak yang semestinya hanya boleh ditempuh mobil, kereta api, kapal laut, dan bahkan pesawat terbang. Mengapa pemudik nekat mengendarai sepeda motor ke kampung halaman? Salah satunya karena harga tiket angkutan umum yang cenderung naik berlipat-lipat.

Kita berharap, Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang kini menjadi presiden dan wakil presiden terpilih, jika kelak dilantik menjadi pemimpin definitif, memberi perhatian serius pada masalah infrastruktur dan transportasi publik.

Mudik adalah sebuah keniscayaan sosial. Oleh karena itu, sangat aneh dan tidak masuk akal bila pemerintah menghadapi mudik yang pasti terjadi setiap tahun itu seperti sesuatu yang tidak terduga.

Sudah saatnya mudik dijalankan dengan penuh kegembiraan tanpa rasa was-was nyawa melayang di jalan. Indah nian bila tiap Lebaran tiba, rakyat bisa mudik dengan aman dan nyaman karena meluncur di jalan raya yang beradab. n

Sumber : https://goo.gl/VHBjgr
First
0 Komentar