Generasi Emas tanpa Buku

KURIKULUM 2013 sudah tak diragukan lagi merupakan konsep pendidikan yang dinilai paling ideal saat ini. Di dalam tujuan idealnya itu, kurikulum 2013, disiapkan untuk menyongsong dan menyiapkan lahirnya generasi emas Indonesia.

Melalui pelaksanaan kurikulum 2013 yang menggantikan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), siswa-siswi SD/MI, SMP, SMA/SMK diharapkan memiliki pemahaman, keterampilan, serta karakter. Siswa-siswi dituntut untuk paham materi, aktif dalam diskusi dan presentasi, serta memiliki sopan santun dan disiplin yang tinggi.
Namun, tujuan ideal sistem pendidikan nasional yang termuat dalam kurikulum 2013 itu ternyata lemah dalam implementasinya. Persiapan struktur mendidik generasi emas Indonesia kedodoran. 

Sesuai namanya, kurikulum 2013 mestinya diterapkan sejak 2013. Namun, dengan alasan bahwa keberhasilan suatu kurikulum butuh waktu dan proses panjang, kurikulum 2013 baru diterapkan pada tahun pelajaran 2014/2015. Tahun pelajaran 2013/2014 digunakan untuk menguji penerapan kurikulum 2013 di sejumlah sekolah dan siswa-siswi terpilih.

Proses dan waktu yang panjang itu rupanya tidak juga menjadikan penerapan kurikulum 2013 ini berjalan mulus. Terbukti, buku pelajaran yang mengacu kurikulum 2013 belum sepenuhnya terdistribusikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengakui buku kurikulum 2013 baru terpenuhi 70% dari 245 juta eksemplar buku yang akan dicetak. Di sisi lain, tahun pelajaran 2014/2015 sudah berjalan lebih dari satu bulan. Artinya, sebanyak 30% siswa-siswi di Indonesia saat ini belajar tanpa buku.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim beralasan buku teks pelajaran siswa dan buku panduan guru belum tersalur karena kendala di penyedia (penerbit). Selain itu, Musliar juga beralasan lambannya distribusi buku karena libur Lebaran yang panjang.

Ketiadaan buku teks pelajaran siswa dan buku panduan guru di sejumlah sekolah ini merupakan persoalan serius. Dampak dari keterlambatan ini adalah ketidakseragaman memahami kurikulum 2013. Pendidikan di Indonesia menjadi tidak setara karena sejumlah sekolah masih menerapkan KTSP yang berlaku sejak 2006.

Bagaimana mau menerapkan kurikulum 2013 kalau buku pelajarannya saja tidak ada. Ajaran apa yang akan disampaikan kepada siswa, kalau buku panduan gurunya juga tidak ada.

Kalau memang serius, pemerintah harus melakukan penyelidikan atas ketiadaan buku pelajaran dan buku panduan kurikulum 2013. Sebab, pemerintah sendiri mengatakan buku pelajaran yang mengacu kurikulum 2013 tidak boleh dijual. 

Mudah-mudahan tidak terjadi ganti menteri, ganti kebijakan. Kurikulum kerap berubah ketika menteri pendidikan berganti. Dalam kurun 28 tahun terakhir saja, setidaknya sudah tiga kali kurikulum diganti. Pada 1984, pendidikan menganut model cara belajar siswa aktif, pada 2004 dengan kurikulum berbasis kompetensi, dan dua tahun kemudian berganti menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Jangan biarkan pendidikan dikelola sesuai dengan selera mereka yang berkuasa. Apalagi jika pergantian kurikulum dianggap sebagai proyek karena uang berlimpah sampai lupa menyiapkan buku. Sungguh ironis, generasi emas disiapkan tanpa buku. n

Previous
Next Post »
0 Komentar