Memperkuat Optimisme 2018

PARA investor keuangan dipastikan berharap pada 2018 mereka dapat menikmati kelanjutan kombinasi faktor penopang keuntungan investasi yang jarang terjadi seperti pada 2017. Faktor-faktor itu ialah volatilitas pasar yang ultrarendah, nilai aset keuangan spektakuler, korelasi biaya mitigasi risiko portofolio yang rendah, dan kesempatan ladang investasi baru yang menjanjikan seperti bitcoin.

Namun, tentu saja para investor semestinya juga mempertimbangkan risiko jangka panjang terkait dengan tidak adanya korelasi kinerja pasar keuangan dari fundamen ekonomi dan kualitas kebijakan publik. Ekspektasi investor begitu tinggi hingga akhir 2017, bahkan harapannya semakin meninggi menyongsong 2018.
Kenapa tidak? Sampai dengan 12 Desember 2017, pasar saham global, khususnya S&P Index, telah membukukan keuntungan investasi sekitar 20% dan ini mencatat angka tertinggi sejak GFC 2008. Ditambah dengan sesuatu yang jarang terjadi, yaitu volatilitas sangat rendah, pada 2017 S&P 500 Index mencatat kerugian harian terkecil dalam sejarah sejak transaksi pasar modal di AS sehingga para investor dapat tidur nyenyak sepanjang 2017.

Biasanya penghasilan saham yang begitu kuat ditemani harga obligasi pemerintah yang rendah—disebut korelasi negatif antara risiko dan aset yang aman. Tidak begitu fenomena yang terjadi 2017. Di tengah harga saham yang impresif, harga obligasi Pemerintah AS jangka panjang (US treasury bills) lebih tinggi awal Desember 2017 jika dibandingkan dengan harga awal 2017.
Kemudian disertai peningkatan tajam harga crypto-currency bitcoin. Dengan peningkatan harga yang mencengangkan (dari 1.000 dolar AS menjadi lebih 16 ribu dolar pada 12 Desember 2017), suatu porsi investasi yang kecil pada bitcoin menjadikan perbedaan signifikan pada portofolio investor.

Pendorong Utama
Ada lima faktor utama yang menyebabkan kinerja pasar keuangan dunia begitu tidak lazim. Pertama, adanya sinkronisasi akselerasi pertumbuhan ekonomi global yang terus menguat. Dari 10 negara dengan PDB terbesar, hanya Inggris dan India yang mesin pertumbuhannya agak tersendat. Kedelapan negara lainnya, seperti AS, Tiongkok, Jepang, dan Jerman, bergerak menguat bersamaan.

Kedua, perkembangan kebijakan ekonomi AS yang lebih pro-pertumbuhan. Seperti kebijakan energi yang bertumpu penguatan eksplorasi gas shale. Reformasi perpajakan yang memungkinkan repatriasi keuntungan luar negeri perusahaan AS yang beroperasi di pasar global serta penurunan pajak perusahaan menjadi 21% dari 35% tertinggi di antara negara maju.

Ketiga, normalisasi kebijakan moneter AS yang sekarang sedang berlangsung dilakukan Fedres dengan hati-hati, terukur, dan minim guncangan sehingga pasar sangat percaya kepiawaian Fedres menentukan arah ekonomi AS ke depan, yang mengacu target inflasi sekitar 2% sebagai ancar-ancar dimulainya pengetatan kebijakan moneternya. Target inflasi itu sulit tercapai karena dunia cenderung berada pada tingkat keseimbangan harga yang rendah. Karena itu, hingga akhir 2018 dipastikan likuiditas global masih ample.
Keempat, adanya aliran dana masuk ke AS karena antisipasi kebijakan tax amnesty AS dan antisipasi penguatan ekonomi AS, sehingga produk-produk investasi pasif pun mampu menarik dana masuk ke AS besar-besaran. Diperkirakan, dana perusahaan AS yang ditempatkan di luar negeri sekitar 2,5 triliun dolar telah mulai masuk ke pasar keuangan AS yang akan mendorong laju investasi di AS sehingga AS mengalami pemulihan pertumbuhan ekonomi aktual maupun potensial mereka.

Kelima, injeksi likuiditas secara masif yang dilakukan ketiga raksasa bank sentral dunia—The Bank of Japan (BOJ), The European Central Bank (ECB), The People's Bank of China (PBOC)—yang secara bersama-sama dengan neraca perusahaan global yang kelebihan likuiditas telah berkontribusi membantu menurunkan biaya dana yang signifikan pada rumah tangga dan perusahaan yang membutuhkan pendanaan.
Karena mesin ekonomi global masih di bawah utilisasinya, injeksi dana itu sangat berdampak positif pada perekonomian global dan tidak menyebabkan ekonomi overheating, tecermin dari laju inflasi yang cenderung melemah belum mampu menyentuh target maksimal 2% di negara-negara maju itu. Kecenderungan inflasi yang rendah itu juga disebabkan lemahnya kenaikan upah akibat kompetisi global di produk manufaktur yang sangat ketat setelah masuknya Tiongkok dalam perekonomian global.

Risiko yang Membayangi

Namun, perkembangan yang menggembirakan itu disertai berita kurang menggembirakan. Tanpa perbaikan dan inovasi kebijakan serta kinerja ekonomi yang berkelanjutan, faktor-faktor yang telah mendorong euforia investor selama 2017 berisiko menciptakan pembalikan keuntungan berubah menjadi kerugian.

Kinerja perekonomian dan pasar uang global 2017 yang sangat kuat itu secara tidak langsung meminjam keuntungan investasi dari masa-masa yang akan datang. Terkait dengan mitigasi risiko portofolio, peningkatan harga obligasi pemerintah hanya menyisakan sedikit ruang bagi aset yang aman secara tradisional ini untuk mengompensasi kemungkinan penurunan harga saham.

Jika kita mencermati fenomena itu, adanya persistensi volatilitas yang rendah mengakibatkan suatu perdagangan aset semakin jenuh yang secara teknis semakin rentan terhadap kejutan yang terjadi di masa depan.

Langkah yang Diambil
Lantas, apa yang benar-benar investor harapkan untuk 2018 ini? Secara umum, prioritas utamanya, penguatan fundamen ekonomi dan kebijakannya sampai pada tingkat yang menjamin kenaikan harga aset yang berkelanjutan. Sambil meletakkan fondasi yang semakin kuat agar keuntungan investasi semakin baik sepanjang waktu.

Untuk mencapai kondisi itu, di AS kebijakan yang proekspansi pertumbuhan sebagaimana yang baru-baru ini dideklarasikan Presiden Trump harus mencakup rencana peningkatan investasi infrastruktur selain deregulasi dan kebijakan perpajakan.

Uni Eropa juga harus fokus pada kebijakan pro-pertumbuhan pada tingkat nasional sembari memperkuat upaya penguatan ekonomi regional, yang difasilitasi reformasi kebangkitan kembali kepemimpinan Prancis dan Jerman, serta proses Brexit yang relatif tertata dan mulus.

Akhirnya, untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi global yang stabil, semua bank sentral utama dunia—The Fed, The BOJ, The ECB, dan The PBOC—harus terus melakukan koordinasi strategi, dengan target memastikan stance kebijakan moneter semakin konsisten. Hanya dengan upaya-upaya di atas secara optimal dan berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi yang sekarang menguat mampu menumbuhkan akar struktural yang kuat sebagai fondasi akselerasi ekonomi mendatang.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi global semakin tahan lama, seimbang, dan inklusif dalam rentang jangka menengah. Namun, itu semua dibarengi situasi yang semakin kritis terkait dengan risiko geopolitik, ketidakpastian produktivitas, upah, dan dinamika inflasi.

Kalau upaya, strategi, dan konsistensi pemulihan ekonomi dapat dipertahankan seperti yang terjadi pada 2017, ekonomi global baik di negara maju maupun di emerging economies semakin memberikan kemakmuran sebagaimana diharapkan para investor dan juga semua penduduk dunia.
Previous
Next Post »
0 Komentar