Antara Hawa Nafsu dan Akal

AWAL tahun baru Masehi masih belum bisa beranjak dari isu yang berkembang tahun sebelumnya, yaitu terdapat degradasi nilai-nilai pendidikan di masyarakat. Pergeseran nilai-nilai ini seolah-olah menggeser peran akal sebagai penilai kebaikan dalam kehidupan. Akal sepertinya sudah cenderung dikuasai hawa nafsu sehingga apa yang diinginkan hawa nafsu, akal cenderung tunduk dan patuh padanya.

Bahkan, akal dengan pemikirannya dapat membenarkan keinginan hawa nafsu yang buruk itu. Dan, itu sering kita jumpai di masyarakat yang menganggap bahwa keburukan dan kerusakan yang dipromotori oleh hawa nafsu menjadi umum dan diterima akal.

Fenomena hawa nafsu yang menguasai akal sebenarnya bukan hal yang baru. Hal ini telah berlangsung lama dan ada dari masa ke masa. Namun, yang menjadi perhatian adalah dari segi kuantitas. Jika orang-orang yang akalnya dikuasai hawa nafsu jumlahnya sedikit, akan kalah dan tersingkir. Sebaliknya, jika jumlahnya lebih banyak, orang-orang yang akalnya menguasai hawa nafsu yang akan tersingkirkan.

Maka, yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah banyak perilaku yang menyimpang dan tidak sesuai dengan kebenaran akal dikarenakan nilai-nilai kebaikan yang dibentuk akal berganti dengan hal-hal buruk produk dari hawa nafsu.

Sejarah kenabian pernah dikisahkan sahabat mulia nabi Muhammad saw, yaitu Abdullah bin Mas’ud, berkata, “Kalian hidup di suatu zaman di mana kebenaran menguasai hawa nafsu dan kelak akan datang suatu zaman di mana hawa nafsu justru yang mengangkangi kebenaran”. Dari pernyataan ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa pada masa kenabian banyak orang yang akalnya menguasai hawa nafsu.

Kegiatan sehari-hari di masyarakat cenderung pada kebenaran dan bernilai kebaikan bagi umat karena tunduk dan patuh terhadap aturan agama. Masyarakat hidup nyaman dan damai, banyak orang yang dapat dipercaya karena memiliki akhlak yang baik karena mampu menundukkan hawa nafsunya. Aturan ditegakkan sebagaimana mestinya. Namun, bagaimana pernyataan yang selanjutnya yang merupakan prediksi sahabat Abdullah bin Mas’ud. Apakah saat inilah zaman yang diprediksi banyak orang dimana hawa nafsunya menguasai akal? Mari sama-sama kita renungkan!

Zaman saat banyak orang yang hawa nafsunya menguasai akal dapat dilihat dari tanda-tanda yang muncul. Banyak atau tidaknya orang yang menentang aturan dan lebih menuruti hawa nafsunya. Mari kita merefleksi sejenak, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Mulai dari masyarakat biasa sampai kaum pejabat dan intelektual. Apakah semakin banyak yang bertindak menentang aturan dan membuat kerusakan atau sebaliknya semakin banyak yang patuh terhadap aturan. Banyak yang mengedepankan akal atau banyak yang mengedepankan hawa nafsunya?

Perilaku Menyimpang
Contoh perilaku yang menyimpang akibat mengedepankan hawa nafsunya ketimbang akalnya sudah banyak ditemui. Baru-baru ini isu tentang LGBT yang semakin santer untuk dapat pengakuan publik semakin gencar didengungkan. Fenomena LGBT merupakan perilaku yang menyimpang dan melanggar aturan.

Kenapa demikian? Karena LGBT berdampak buruk dan membuat kerusakan yang besar dan sangat merugikan, terutama bagi generasi penerus bangsa. Perlu diketahui, tidak ada contoh kebahagiaan yang hadir dalam kasus LGBT yang dapat memberi contoh bagi yang lainnya.

Selain itu, di pemerintahan juga masih banyak dikabarkan korupsi dan korupsi. Yang pada dasarnya hanya menuruti hawa nafsunya ketimbang akalnya. Ini baru beberapa contoh besar yang berdampak buruk dan kerugian bagi publik.

Perkara mengalahkan hawa nafsu oleh akal tidaklah mudah. Perlu perjuangan dan usaha yang keras. Hawa nafsu setiap saat akan terus membisikkan kepada akal untuk patuh dan taat padanya. Hawa nafsu akan terus berusaha mengambil celah dan lalainya seseorang untuk bisa masuk dan menguasai akal. Hawa nafsu memperlihatkan keindahan-keindahan pada akal sehingga akal akan lalai dan mengikutinya
.
Akal Vs Nafsu
Hawa nafsu dan akal seperti musuh bebuyutan yang akan selalu berusaha saling menjatuhkan. Apabila manusia itu lalai, akal akan kalah dan manusia tersebut akan terjerumus pada tipu daya hawa nafsunya. Hawa nafsu dianggap sebagai kawan sehingga menuruti apa-apa yang menjadi keinginannya. Al Hakim pernah berkata, “Akal itu kawan yang sering dihindari, sementara hawa nafsu adalah musuh yang sering diikuti”.

Nasihat Al Hakim dapat memberikan penjelasan pada kita bahwa akal itu sebenarnya adalah kawan kita dan hawa nafsu itu adalah musuh kita. Akal mengajak kepada kebaikan walau berat dalam pelaksanaannya dan kadang berkonsekuensi buruk dalam dirinya. Berat rasanya karena terkadang kebenaran akal itu harus bertentangan dengan pemerintahan dan unsur lainnya.

Namun, pada dasarnya itu yang baik. Kawan yang baik tidak akan menjerumuskan kawannya yang lain pada lembah kenistaan dan menimbulkan kerugian yang besar. Berbeda dengan hawa nafsu, dengan tipu dayanya membuat indah hal-hal yang buruk, membisikkan kepada diri seseorang di sela-sela kelalaiannya, hingga orang tersebut sampai menurutinya dan menganggap hawa nafsu sebagai kawannya walaupun itu berdampak buruk.
Akhir tulisan ini, mari kita sama-sama jaga diri dan keluarga kita agar tidak terlalu berlebihan dalam mengarungi kehidupan yang semakin penuh dengan gemerlapan dan keindahan. Sebab, bisa jadi berlebih-lebihan itu akan membuka pintu hawa nafsu untuk masuk menguasai akal. Yang kemudian kita terjerumus menjadi kawan dari musuh kita yaitu hawa nafsu.

Jangan sampai kita lalai hingga menuhankan hawa nafsu yang dapat membawa dampak kerugian yang besar dan jangan sampai kita menjadi orang lalai, orang yang lebih rendah derajatnya daripada hewan, seperti yang digambarkan dalam Aluran Surah Al-A’raf Ayat 179 kerena kita menuruti hawa nafsu kita.
Previous
Next Post »
0 Komentar